PERSAMAAN
ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI
Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia
Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati
Semarang 50229, Indonesia
karumeenaima@gmail.com, 085724001630
Abstrak
Pada praktikum persamaan
Arrhenius dan energi aktivasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu
terhadap laju reaksi dan untuk menentukan energi aktivasi dengan menggunakan
persamaan Arrhenius. Metode yang
digunakan pada percobaan ini dengan membuat sistem dengan variasi suhu 14 0C, 17 0C, 20 0C, 25 0C, 30 0C, dan 35 0C kemudian mengukur suhu masing-masing
tabung diusahakan suhu kedua tabung tersebut sama. Selanjutnya mengukur waktu
reaksi dan suhunya ketika kedua larutan dicampurkan sampai membentuk larutan berwarna biru untuk
pertama kalinya. Data
yang diperoleh berupa suhu campuran, rerata suhu dan waktu reaksi. Grafik yang diperoleh dari hasil percobaan ini didapatkan grafik linier yang mengggambarkan hubungan antara 1 / T dengan ln K dengan persamaan y = -33,05x – 3,591. Dari
pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh Ea = -274,7777 J/mol, ln A = - 3,591 dan A = 0,02757.
. Dari hasil percobaan
disimpulkan bahwa semakin suhunya naik maka waktu yang diperlukan untuk
bereaksi adalah semakin sedikit atau suhu berbanding terbalik dengan waktu. Temperatur
berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin tinggi maka laju reaksi akan
semakin cepat.
Kata kunci : energi aktivasi; laju reaksi; temperatur
(suhu).
Abstract
In the lab the Arrhenius
equation and the activation energy was aimed to determine the effect of
temperature on the reaction rate and to determine the activation energy using
the Arrhenius equation . The method used in this experiment by creating systems
with variations in temperature of 14 0C, 17 0C, 20 0C,
25 0C, 30
0C, and 35 0C , and then measure the temperature of each tube
cultivated both tubes are the same temperature . The next measure reaction time
and temperature when the two solutions are mixed to form a blue solution for
the first time . Data obtained in the form of a mixture of temperature , the
mean temperature and reaction time . Graphs obtained from the experimental
results obtained linear graph that depicts the relationship between 1 / T and ln K with the equation y = -33,05x – 3,591. Of observations and calculations have been done obtained Ea = -274,7777 J / mol , ln A = -3,591 and A = 0,02757 . From the experimental results concluded
that the temperature rise, the time it takes to react is getting little or
temperature is inversely proportional to time . Temperature effect on the
reaction rate , if the temperature is higher then the reaction rate will be
faster .
Keywords : activation energy ; reaction rate ;
temperature ( temperature ) .
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Proses
untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang disuplai dari
luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi (dalam kimia,
disebut juga sebagai energi permulaan). Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm,
keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi
kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan. (Castellan : 1982)
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan
oleh suatu reaksi kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol
Ea dengan E menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan
aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan
tambahan energi untuk dapat berlangsung. (Vogel,1994).
Dalam reaksi endoterm, energi yang diperlukan untuk
memutuskan ikatan dan sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi
eksoterm, yang membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari
luar untuk mengaktifkan reaksi tersebut. (Atkins,1999).
Dalam
kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali dengan
tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan terjadi
penyusunan ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang
berbeda ( membentuk senyawa produk ). (Vogel : 1994)
1.2
Landasan Teori
Persamaan
Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi
dengan konstanta laju reaksi sesuai dengan persamaan yang
diusulkan oleh arrhenius pada tahun 1889 :
K
= konstanta laju reaksi
A
= faktor freakuensi
Ea
= energi aktivasi
Persamaan
tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
Persamaan
tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan dengan y
= mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat
dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien –(Ea/RT) dan intersep
ln A. (Tim Dosen Kimia Fisik : 2013)
Jika
suatu reaksi orde 1 memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan
konsentrasi pada waktu t adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :
Setelah
reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
(Atkins : 1999)
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan
oleh suatu reaksi kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol
Ea dengan E menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan
aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan
tambahan energi untuk dapat berlangsung. Istilah
energi aktivasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan
dinyatakan dalam satuan kilojoule per mol (Vogel,1994).
Beberapa
faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Fraksi
molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu
sebesar 10oC. Hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda.
2. Faktor
frekuensi
Dalam persamaan
ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil. Perlu dilihat
bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih dari energi
aktivasi.
3. Katalis
Katalis akan
menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih
rendah. (Castellan : 1982)
1.3 Tujuan Praktikum
Dalam percobaan
persamaan Arrhenius dan energi aktivasi bertujuan untuk mempelajari
pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan
menghitung energi aktivasi (Ea)
dengan menggunakan persamaan Arrrhenius.
2.
METODE
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang
digunakan adalah rak tabung reaksi,
tabung reaksi 12 buah, gelas piala 600 ml 1 buah, beaker glass 50 ml 2 buah,
pipet ukur 10 ml dan 5 ml masing masing 1 buah, pipet volume 10 ml dan 5 ml
masing masing 1 buah, pipet tetes 5 buah, stopwatch dan termometer 2 buah. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah larutan H2O2
0,04 M, KI 0,1 M, NaS2O3 0,001 M, Amilum 1%, es batu dan
aquades.
2.2 Cara Kerja
Prosedur yang dilakukan pada percobaan ini terdapat beberapa tahapan.
Tahap pertama menyiapkan empat buah sistem untuk variasi suhu 0 – 40 0C. Kemudian
mengisi pada tabung I dengan 5 ml
H2O2 dan 5 ml H2O.
Sedangkan untuk tabung II diisi dengan larutan KI 10 ml, Na2S2O3
1 ml, dan larutan amilum 1 ml. Selanjutnya kedua tabung reaksi diletakkan dalam
gelas piala yang berisi air sesuai suhu pengamatan. Pada kelompok kami menggunakan suhu pengamatan pertama 14 0C. Pada suhu ini menggunakan bantuan
air es. Suhu pada tabung I dan tabung II harus sama pada saat diletakkan ke
dalam gelas piala. Setelah suhu kedua tabung sama, mencampurkan isi tabung
kemudian menjalankan stopwatch untuk mengukur suhu campuran tampak warna biru keunguan yang pertama kalinya. Melakukan prosedur yang sama
untuk variasi suhu 17 0C , 20
0C
, 25 0C
, 30 0C
dan 35 0C.
2.3 Variabel Pengamatan
Variabel yang digunakan dalam percobaan persamaan arrhenius dan energi aktivasi yaitu :
1.
ln K merupakan konstanta laju reaksi yang diperoleh
dari persamaan Arrhenius dalam bentuk logaritma.
2. merupakan rerata suhu yang diperoleh dari suhu
sebelum dan sesudah tampak warna biru dari kedua larutan setelah dicampurkan.
Variabel dapat dihitung dari persamaan Arrhenius:
Keterangan : K = konstanta laju reaksi
A =
faktor frekuensi
Ea
= energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk
logaritma dapat ditulis :
3. HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Data
Dari percobaan yang telah
dilaksanakan diperoleh data sebagai berikut :
v
Suhu kamar : 28 0C
v
Suhu
campuran air dan es : 11
0C
No.
|
Suhu awal oC
|
Suhu akhir campuran (⁰C)
|
Rata-rata suhu (⁰C)
|
Waktu reaksi (s)
|
||
Tabung 1
|
Tabung 2
|
Campuran
|
||||
1.
|
14
|
14
|
14
|
20
|
17
|
23
detik
|
2.
|
17
|
17
|
17
|
24
|
20,5
|
20
detik
|
3.
|
20
|
20
|
20
|
24
|
22
|
18
detik
|
4.
|
25
|
25
|
25
|
26
|
25,5
|
12
detik
|
5.
|
30
|
30
|
30
|
30
|
30
|
11
detik
|
6.
|
35
|
35
|
35
|
36
|
35,5
|
9
detik
|
mgrek
H2O2 = M . V . val
= 0,04 x 5 x 2 = 0,4 mgrek
mgrek
KI = M . V . val
= 0,1 x 10 x 1 = 1 mgrek
mgrek
Na2S2O3 = M . V . val
= 0,001 x 1 x 1 = 0,001 mgrek
(pereaksi pembatas)
Mgrek
H2O2 yang bereaksi =
mgrek Na2S2O3
M
No.
|
Rata-rata suhu (⁰C)
|
1/T
(sumbu x)
|
Ln K
(sumbu y)
|
1.
|
17
|
-5,439
|
|
2.
|
20,5
|
-5,299
|
|
3.
|
22
|
-5,194
|
|
4.
|
25,5
|
-4,788
|
|
5.
|
30
|
-4,701
|
|
6.
|
35,5
|
-4,500
|
1.
Menghitung nilai ln K
a.
t = 23
s
; ln K
= -5,439
b.
t = 20 s
; ln K = -5,299
c.
t = 18 s
; ln K = -5,194
d.
t = 12 s
; ln K= -4,788
e.
t = 11 s
; ln K = -4,701
f.
t = 9 s
; ln K= -4,500
2.
Menghitung nilai 1/T
a.
T
= 17oC
b.
T
= 20,5oC
c.
T
= 22oC
d.
T
= 25,5 oC
e.
T
= 30oC
f.
T
= 35,5 oC
Dari data
diatas, didapatkan grafik seperti dibawah ini :
Persamaan Ea
Dari
kurva diperoleh persamaan
Maka
0,02757
a.
Pembahasan
Pada percobaan Arrhenius dan energi aktivasi
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan dapat
menghitung energi aktivasi dari data hasil percobaan yang didapat dengan
menggunakan persaman Arrhenius.
Pada percobaan ini dilakukan variasi untuk
suhu yang digunakan antara 20 – 400C. untuk suhu 200C
menggunakan bantuan es. Petama menyiapkan dua buah tabung reaksi untk setiap
variasi suhu. Tabung pertama diisi dengan mencampurkan antara larutan H2O2
dan H2O. Sedangkan untuk tabung kedua diisi dengan KI, Na2S2O3
dan larrutan amilum. Suhu pada sistem yang ada pada tabung 1 dan tabung 2
disamakan terlebih dahulu. Setelah suhu masing-masing tabung sama lalu
mencampurkan kedua larutan hingga terbentuk warna biru untuk pertama kalinya
dan mencatat waktunya dengan stopwatch. Waktu ketika terjadi perubahan warna
ini yang digunakkan sebagai waktu reaksi. Waktu reaksi ini digunakan untuk
menghitung nilai K dan ln K, serta suhu campuran yang terbentuk akan digunakan
untuk menghitung 1 / T dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Setelah
memperoleh harga dari masing-masing variabel dapat diperoleh suatu grafik
persamaan Arrhenius dengan hubungan antara 1/ T pada sumbu x dan ln K pada
sumbu Y.
Penambahan
larutan H2O2 berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah
I- menjadi I2. I- kemudian berikatan dengan Na2S2O3
yang berfungsi sebagai reduktor, I2 berubah kembali menjadi I-
yang selanjutnya berikatan dengan larutan amilum. Larutan amilum dalam
percobaan ini digunakan sebagai indikator adanya I2. I2
akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3
pada campuran habis bereaksi dan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi,
waktu dimana muncul warna biru pertama kali (waktu awal reaksi saat kedua
tabung dicampur). Larutan amilum yang digunakan dibuat sesaat sebelum percobaan
karena larutan ini mudah rusak. H2O2 berfungsi sebagai
oksidator yang akan menjadi H2O sedangkan KI sebagai penghasil I2
jika direaksikan dengan H2O2. Reaksi yang diukur adalah
reaksi hidrogen peroksida dengan ion iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida
dicampurkan bersamaan dengan iodida, ion tiosulfat dan amilum.
Ion iodida dan hidrogen peroksida akan bereaksi
membentuk gas I2, gas tersebut akan bereaksi kembali dengan ion
tiosulfat membentuk kembali ion iodida. Namun, dalam reaksi ini, tidak akan ada
yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat habis bereaksi. Dengan
tambahan amilum, ion iodida yang terbentuk kembali akan bereaksi dengan amilum
dan menghasilkan warna biru pada larutan.
Perubahan
warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi berlangsung pada
temperatur yang lebih tinggi. Pada temperatur yang lebih tinggi, ion-ion
pereaksi akan memiliki energi kinetik yang lebih besar. Berdasarkan teori
tumbukan, energi kinetik yang lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel
akan menjadi lebih sering, sehingga reaksi akan lebih cepat berlangsung.
Faktor yang mempengaruhi energi aktivasi (Ea) yaitu
suhu, faktor frekuensi (A), katalis. Semakin kecil harga Ln k maka harga 1/T
rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka
energi aktivasinya akan
semakin kecil dan semakin
sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal
ini sesuai dengan teori dimana energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju
reaksi.
Reaksi yang terjadi :
v 2H2O2 2H2O
+ O2
v I2
+ 2S2O32- 2I-
+ S4O62-
v 2H2O2
+ 2I- + S4O62- I2 + 2H2S2O3
+ 2O2
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh waktu
reaksi pada suhu 14°C = 23 detik, 17°C = 20 detik, 20°C = 18 detik , 25°C = 12 detik, suhu 30°C = 11 detik, dan
suhu 35˚C= 9 detik. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa
semakin suhunya naik maka waktu yang diperlukan untuk bereaksi adalah semakin
sedikit atau suhu berbanding terbalik dengan waktu. Perubahan suhu umumnya
mempengaruhi harga tetapan laju k. Jika suhu dinaikan maka harga k akan
meningkat dan sebaliknya. Dari harga k tersebut maka akan dapat dihitung energi
aktivasi.
Dari data hasil percobaan dapat dibuat grafik ln K vs 1 / T, dan
diperoleh grafik berbentuk linier dengan persamaan y = -33,05x – 3,591. Dari grafik ln K dan 1 / T diperoleh Ea = -274,7777 J/mol, ln A = - 3,591
dan A = 0,02757.
.
4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Persamaan Arrhenius
mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi dengan
konstanta laju
reaksi dimana energi aktivasi
merupakan energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu
reaksi kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi dan
a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa
suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung.
Setelah melakukan percobaan
persamaan Arrhenius dan energi aktivasi ini diperoleh data waktu reaksi pada suhu
tertentu. Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa semakin suhunya naik maka waktu yang diperlukan
untuk bereaksi adalah semakin sedikit atau suhu berbanding terbalik dengan
waktu. Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k. Jika suhu
dinaikan maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k tersebut maka
akan dapat dihitung energi aktivasi.
Pada percobaan ini didapatkan grafik linier yang sesuai dengan teori dengan persamaan. y = -33,05x – 3,591, Ea = -274,7777 J/mol, ln A = - 3,591 A = 0,02757. Grafik linier ini menggunakan variasi 1 / T pada sumbu X dan ln K pada sumbu
Y.
Dari data pengamatan yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi
adalah berbanding terbalik. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya
semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar.
Semakin kecil harga ln K maka harga 1 / T rata-rata semakin besar. Ini
membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan
semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan
memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana energi
aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi.
4.2 Saran
Sebelum melakukan percobaan,
sebaiknya praktikan hendaknya melakukan persiapan secara matang dan saat melaksanakan
percobaan, praktikan sebaiknya lebih teliti dalam melakukan pengamatan serta
ketika percobaan berlangsung hendaknya praktikan harus lebih hati-hati. Selain
itu, Sebaiknya praktikan benar-benar menguasai
materi praktikum dan alur kerja praktikum sehingga kesalahan dalam pelaksanaan
praktikum minim dan hasil praktikum yang diperoleh maksimal.
5. DAFTAR PUSTAKA
Atkins
PW. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2
Kartahadiprodjo Irma I, penerjemah;Indarto
Purnomo
Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari:Physichal Chemistry.
Castellan, GW. 1982. Physical Chemistry Third Edition. New York : General Graphics Sevices
Tim
Dosen Kimia Fisik. 2013.
Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik.
Semarang : Jurusan Kimia FMIPA UNNES
Vogel.
1994. Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Semarang, 30 Oktober 2013
Mengetahui,
Dosen
Pengampu Praktikan,
Ir. Sri Wahyuni, M.Si Nur Jannatu Na’imah
LAMPIRAN (JAWABAN
PERTANYAAN)
1.
Alasan yang mungkin menyebabkan
terjadinya penyimpangan jika suhu diatas 40oC adalah jika suhunya
lebih dari 40oC maka larutan amilum akan rusak atau rusak sebagian ,
sehingga ion iodida yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat terdeteksi
dengan baik.
2.
Ya energy aktivasi (Ea) dipengaruhi oleh temperatur, karena hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding
terbalik. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat
karena energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar. Semakin kecil harga
ln K maka harga 1/T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin
tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin
sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal
ini sesuai dengan teori dimana energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju
reaksi.
3.
Ya, karena temperatur berbanding terbalik dengan waktu. Semakin tinggi suhu,
kecepatan gerak partikel-partikel pereaksi dan energi kinetik partikel ikut
meningkat. Hal ini menyebabkan tumbukan akan lebih sering terjadi dan reaksi
akan lebih cepat berlangsung. Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan
laju K. Jika suhu dinaikan maka harga K akan meningkat dan begitu sebaliknya.
Sehingga kurva energi aktifasi selalu linier pada setiap rentang temperatur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar